Cinta: Eros, Philia, dan Agape
Oleh: Frans R. Zai
Cinta
bukanlah sesuatu yang asing bagi kita. Seluruh keberadaan manusia tidak
lepas dari cinta. Manusia ada (lahir) karena dan buah dari cinta. Ia
menjadi besar dan belajar juga tak lepas dari cinta. Banyak atau sedikit
cinta yang dialami oleh seseorang adalah persoalan lain. Yang jelas
ialah hidup manusia tidak lepas dari cinta.
Pertanyaan ialah apa itu cinta? Lalu, cinta yang bagaimana yang diharapkan/didambakan oleh manusia?
Dalam bahasa Yunani, ada tiga kata yang digunakan untuk mengungkapkan cinta, yakni: eros, philia dan agape. Eros
adalah cinta seksual, yang didasarkan pada nafsu/birahi. Di sini, orang
lain tidak dipandang sebagai person/subyek melainkan hanya sebagai
obyek. Penghargaan terhadap orang lain sebagai pribadi tidak ada.
Satu-satunya yang ada ialah nafsu “ego”.
Eros merupakan cinta
yang terarah kepada orang lain tetapi ditujukan demi kepuasan pribadi
orang yang mencintai. Dengan kata lain, cinta ini terarah kepada diri
sendiri. Orang lain dilihat bukan karena pribadi melainkan didasarkan
pada jenis kelamin semata.
Philia
adalah cinta persahabatan. Di sini, cinta bersifat relasional. Orang
lain telah dipandang sebagai pribadi yang mempunyai kekhasan/keunikan
dan kualitas tersendiri: cantik, lembut, pengertian, dan seterusnya.
Cinta philia tidak dibatasi oleh jenis kelamin tetapi terbuka kepada semua, baik pria maupun wanita.
Agape
merupakan cinta yang tertinggi. Cinta ini tidak lagi tergantung pada
bakat, kualitas-kualitas yang ada di dalam pribadi orang lain (cantik, lembut,
ramah, pengertian, dsb); tidak memandang orang lain terbatas sebagai
“pribadi yang lain” melainkan melihat orang lain sebagai bagian dari
diri sendiri. Gabriel Marcel (seorang filsuf Perancis) membahasakannya
dengan ungkapan: “Aku” dan “Engkau” menjadi “Kita”. Dalam konteks ini,
“Aku” melihat diriku di dalam “dirimu” dan “Aku” menemukan “Engkau” di
dalam “diriku”. Di sini, cinta agape merupakan cinta yang
sanggup menderita dan berkorban (sebab “engkau” adalah bagian dari “aku”
atau ”diriku” dan demikian juga sebaliknya). Ia keluar dari “ego” dan
terarah serta terbuka kepada yang dicintai. Cinta agape
melampaui jenis kelamin, cantik-jelek, kaya-miskin, pintar-bodoh; dan
mengatasi segala tembok-tembok pemisah seperti perbedaan agama, suku,
budaya, dsb.
Ketiga
jenis cinta di atas ada di dalam diri setiap manusia, kendatipun
kadarnya berbeda dalam diri masing-masing orang. Ada orang yang di dalam
dirinya lebih menonjol cinta eros daripada philia dan agape. Ada juga orang yang di dalam dirinya lebih menonjol cinta philia atau agape daripada cinta eros.
Tentunya kita tidak mau hanya tinggal pada level eros
saja. Manusia memiliki keinginan dan kemampuan untuk meraih sesuatu
yang lebih. Usaha untuk melatih diri sangat dibutuhkan untuk sampai pada
kedalaman jiwa/hidup. Pemikiran-pemikiran positif tentang orang lain
(tidak hanya sekedar cantik, ganteng, jelek, lawan jenis, dll) akan
membantu dalam usaha memurnikan eros dan philia sehingga menjadi agape.
Refleksi
mendalam tentang nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan pasti sangat
membantu untuk melihat orang lain (secara khusus orang yang kita cintai)
sebagai bagian dari diri kita sendiri; bukan sebagai obyek pelampiasan
nafsu (dalam arti luas). Hal itu akan menjadi kenyataan bila di dalam
diri mulai dibangun penghargaan terhadap nilai dan kemurnian diri
sendiri; tidak menjadikan diri sendiri sebagai obyek eros (baik oleh orang lain maupun oleh diri sendiri).
Salam penuh cinta buat anda semua….!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar